MAKNA SIMBOLIK UMPASA, SINAMOT, DAN ULOS PADA ADAT PERKAWINAN BATAK TOBA
oleh
Jhonson Pardosi
Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebudayaan merupakan suatu proses belajar yang kompleks. Proses belajar tersebut biasanya menghasilkan bentuk-bentuk baru dengan mengakumulasikan pengetahuan dan keterampilan. Misalnya, dalam bidang kesenian manusia terusmenerus mencari bentuk-bentuk ekspresi baru. Proses mencari bentuk ini, tidak berarti bahwa setiap proses belajar selalu menghasilkan bentukbentuk baru bersifat positif. Konsep trial and error menjadikan manusia lebih bijaksana yang menjadikan kesalahan dan kekeliruan mempunyai manfaat. Kebudayaan sebagai suatu proses belajar tidak menjamin kemajuan dan perbaikan yang sejati (Peursen, 1988:144).
Kebudayaan adalah semua tindakan dan hasil yang dilakukan oleh manusia yang memberi arti kepada alam sekitarnya. Dengan kata lain, kebudayaan merupakan wujud usaha dan hasil manusia untuk mempertahankan hidupnya di alam realitas dengan daya pikirnya (Poedjawajatna, 1987:134).
Dengan demikian, jika ingin memahami manusia sebaik mungkin maka harus sesuai dengan konteks kebudayaan. Hal ini harus dimaklumi karena kebudayaan merupakan ruang lingkup dimana manusia harus hidup. Artinya, kebudayaan merupakan dimensi hidup dengan tingkah laku manusia. Manusia lahir, tumbuh, dan berkembang bukan hanya ditentukan oleh lingkungan tetapi harus didukung oleh kebudayaannya. Hardiman (1993:115-116) mengatakan, ”Manusia adalah sejenis hewan yang tidak terspesialisasikan. Secara biologis, struktur organis, dan fisiologis, manusia tidak ditentukan lingkungannya”. Begitu erat hubungan manusia dengan kebudayaannya sehingga manusia pada hakekatnya disebut makhluk berbudaya. Jadi, kebudayaan adalah segala sesuatu yang menyangkut aktivitas manusia dalam
kehidupannya. Seni adalah salah satu dari unsur kebudayaan, merupakan kemampuan seseorang atau kelompok orang untuk menciptakan implus melalui salah satu unsur panca indra atau mungkin juga melalui kombinasi dari berbagai unsur panca indra, menyentuh rasa halus akan lingkungannnya sehingga lahir rasa dan nilai-nilai keindahan. Dengan demikian terjadilah suatu hasil karya seni. Salah satu dari jenis kesenian tersebut adalah seni sastra yang di dalamnya terdapat tradisi lisan. Tradisi lisan merupakan kebiasaankebiasaan leluhur yang disampaikan secara lisan dan disampaikan secara turun-temurun. Tradisi lisan terdiri dari beberapa jenis yang apabila dipaparkan masih dapat dikelompokkan ke dalam bentuk, seperti bahasa rakyat, ungkapan tradisional, cerita rakyat, pertanyaan tradisional, sajak atau puisi rakyat, dan nyanyian rakyat (Danandjaya, 1984:22).
Masyarakat Batak Toba memiliki salah satu tradisi lisan yang dapat dikelompokkan ke dalam bentuk puisi lama, bernama umpasa. Umpasa digubah dengan syarat-syarat berbait, bersajak, dan berirama, serta diperkeras lagi dengan jumlah baris dan suku kata tertentu. Katakata yang tersusun dalam bentuk kalimat pada umpasa mengandung nilai kepuitisan, berisi falsafah hidup, etika kesopanan, undang-undang, dan kemasyarakatan. Umpasa lebih cenderung berisi permohonan yang menjadi cita-cita hidup setiap masyarakat Batak Toba, berupa hagabeon (kebahagiaan), hamoraon (kekayaan), hasangapon (dihormati), dan saur matua (panjang umur dan
sejahtera). Penggunaan umpasa dilakukan ketika upacara adat perkawinan berlangsung sebagai media komunikasi dan permohonan kepada Tuhan Yang Mahaesa bagi kelompok-kelompok yang mempunyai andil pada upacara adat tersebut. Suasana akan menjadi hidup apabila pembicara dari kelompok-kelompok yang terkait menggunakan umpasa dengan fasih dan berirama sambil menunjukkan kebolehannya sebagai simbol bahwa kelompok tersebut mengerti dan memahami upacara adat dengan baik. Ulos adalah selembar kain yang ditenun sebagai kerajinan oleh wanita dengan berbagai pola dan aturan-aturan. Ulos merupakan ciri khas kebudayaan Batak Toba tradisional berwujud kebudayaan artefaks (konkrit). Sebelum masuknya agama Kristen pada masyarakat Batak Toba, ulos adalah benda yang diresapi oleh suatu kualitas/kekuatan “magis religius”. Oleh karena itu, banyak larangan dan pantangan yang tidak boleh diabaikan ketika proses penenunan karena diberkati dengan kekuatan keramat. Panjangnya harus tertentu, jika tidak, dapat mambawa maut dan kehancuran pada “tondi” atau roh sipenerima ulos. Akan tetapi, jika ulos dibuat sesuai dengan aturan berupa ukuran dan pola tertentu maka ulos akan dapat dijadikan sebagai pembimbing dalam
kehidupan. Secara umum pembuatan ulos adalah sama, yang membedakannya adalah nama, corak atau motif, dan sifat kedudukan pemakaiannya yang harus sesuai dengan jenis upacara adat ketika memberikannya. Walaupun mempunyai perbedaan, akan tetapi pemberian ulos selalu diartikan dan dihubungkan dengan makna simbolsimbol. Ulos dianggap sebagai medium konkrit sebagai “materai” agar permohonan direstui oleh Tuhan Yang Mahaesa, bersamaan dengan penggunaan umpasa yang berisi permohonan sehingga permohonan tersebut dapat diterima oleh tondi (roh) dan daging (tubuh).
0 comments:
Post a Comment